Membongkar mitos kerja keras, bukan determinan kesuksesan!
Muhasabah diri. Credit: mim.or.id
Sejak dulu hingga sekarang, kita mendapat doktrin bahwa kita harus bekerja keras agar bisa sukses dalam bidang apa pun. Apakah Anda percaya bahwa kerja keras adalah syarat utama untuk sukses? Apakah Anda berpikir bahwa semakin banyak waktu, tenaga, dan pikiran yang Anda habiskan untuk pekerjaan akan membuat Anda menjadi ahli?
Sejujurnya, saya kurang setuju dengan teori ini. Kerja keras memang penting tapi bukan faktor utama yang paling menentukan. Anda tidak serta merta menjadi ahli karena sudah bekerja sangat lama. Saya akan memberi contoh sederhana tentang hal ini.
Bapak saya sudah bermain bulutangkis selama lebih dari 40 tahun, artinya dia punya menghabiskan waktu yang sangat lama dan berpengalaman dalam bulutangkis. Pertanyaannya, apakah kemampuan bapak saya lebih baik daripada pemain junior PB Djarum berusia 15 tahun?
Saya haqqul yaqin, bapak saya tidak punya kesempatan untuk menang. Perbedaan teknis di antara bapak saya dengan atlet remaja PB Djarum terlalu jauh. Kenapa bapak saya yang sudah bermain lebih lama dan lebih berpengalaman kalah dari remaja dengan pengalaman yang jauh lebih sedikit?
Pertama, mereka memiliki tujuan yang jelas: menjadi atlet kelas dunia yang memenangkan kejuaraan internasional. Perbedaan kedua yang tidak kalah penting adalah metodologi yang digunakan.
Bagi bapak saya atau recreational player secara umum, mereka akan datang ke lapangan, bermain game beberapa kali lalu selesai dan pulang. Bagi calon atlet, mereka datang ke lapangan tidak hanya untuk game, metode mereka berbeda. Mereka akan melakukan latihan service, smash, footwork, kekuatan, stamina, dan faktor-faktor lain secara detail. Mereka ingin menjadi atlet kelas dunia maka mereka berusaha memperbaiki setiap aspek dalam permainan secara rinci. Pemain amatir tidak akan melakukan ini.
Kerja keras baru dibutuhkan ketika Anda sudah memiliki tujuan yang jelas dan metodologi yang tepat. Selama ini, kita selalu diingatkan tentang tujuan, tentang niat, kita kurang memperhatikan faktor metodologi yang tidak kalah pentingnya. Semua orang bisa mengoper bola tapi hanya segelintir orang yang bisa mengoper bola dengan tingkat akurasi dan konsistensi sebaik Xavi Hernandez. Perhatian pada detail adalah determinan utama yang membedakan antara ahli dan medioker.
Saya yakin Anda sudah memiliki tujuan, sekarang perhatikan metodologi Anda. Misalnya, Anda dari Jakarta ingin pergi ke Raja Ampat tetapi Anda menaiki pesawat yang mengarah ke Medan. Pada titik ini, semakin keras Anda bekerja dan semakin lama waktu yang Anda habiskan akan semakin menjauhkan Anda dari tujuan awal Anda. Oleh karena itu, melakukan refleksi atau perenungan atau muhasabah adalah sebuah kebutuhan dasar yang harus Anda penuhi.
Lakukan refleksi secara mendalam setiap hari, ingatlah siapa diri Anda, dari mana Anda berasal, dan apa tujuan yang ingin Anda capai. Lakukan evaluasi terhadap kegiatan yang sudah Anda lakukan bertahun-tahun, apakah Anda merasa kegiatan ini semakin mendekatkan Anda kepada tujuan atau sebaliknya? Periksa kembali metodologi yang Anda gunakan, apakah sudah tepat atau salah?
Anda tidak membutuhkan bantuan dari siapa pun untuk menjawab berbagai pertanyaan di atas. Satu-satunya orang yang memiliki jawaban atas berbagai pertanyaan di atas adalah diri Anda sendiri. Anda hanya perlu duduk sejenak, rileks, memejamkan mata, mengatur nafas lalu mendengatkan suara hati Anda.
Ketika berdoa, Anda berbicara kepada Tuhan. Saat bermeditasi, Anda mendengar Tuhan berbicara melalui hati nurani Anda. Dengarkan hati nurani Anda, tidak ada satu manusia pun yang bisa membantu Anda lebih baik daripadanya.
“Manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri, walaupun ia mengemukakan dalih-dalihnya,” (QS. Al-Qiyâmah [75] : 14-15)
Komentar
Posting Komentar